Sejak awal bulan Maret 2020 kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) ditutup untuk kunjungan umum terkhusus aktivitas wisata alam. Penutupan ini dilakukan untuk memutus mata rantai dan menghindari munculnya cluster baru penyebaran Pandemi Covid 19. Penomena menarik terhadap penutupan ini adalah munculnya satwa-satwa liar endemik dan dilindungi di area-area yang biasanya dikunjungi pengunjung wisata. Kemarin malam, tepatnya hari rabu tanggal 3 Juni 2020 tim survei keanekaragam hayati Balai TNGHS yang terdiri dari staf BTNGHS dan volunteer berhasil mendokumentasikan kemunculan Kodok Merah (Leptophryne cruentata) di dalam kawasan TNGHS.
Kepala Balai TNGHS, Ahmad Munawir, menjelaskan bahwa di tengah Pandemi COVID-19, aktivitas pengelolaan kawasan TNGHS tetap dilaksanakan secara terbatas dan untuk tujuan tertentu. Monitoring satwa liar dan habitatnya tetap dilakukan dengan mengikuti protokol PSBB dan “New Normal”. Berdasarkan pengamatan lapangan, beberapa jenis satwa liar terlihat pada lokasi-lokasi Objek Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) antara lain Macan Tutul, Owa Jawa, Kelahiran Elang Jawa di wilayah Resort PTN Gn Salak I dan terakhir beberapa hari lalu Kodok Merah di Blok sisi timur Gn Salak. Sebelumnya satwa-satwa ini sangat sulit dijumpai di area-area tersebut dikarenakan adanya kunjungan dan aktivitas pengunjung di wilayah tersebut.
“Kodok merah atau bahasa latinnya Leptophryne cruentata, merupakan salah satu satwa langka endemik dari kelas amfibi di Pulau Jawa yang berhasil kami catat kemunculannya. Pada tanggal 3 Juni 2020 tim survei kehati TNGHS melakukan monitoring satwa jenis amfibi di sisi timur Gunung Salak, tepat pada pukul 23.00 WIB tim menemukan Kodok Merah atau dalam Bahasa inggrisnya Bleeding toad (kodok berdarah), hal ini sesuai dengan krakteristik pola warna kulit tubuhnya yang berwarna merah seperti darah”, urai Munawir.
Lebih lanjut Munawir menjelaskan bahwa berdasarkan penelitian, sebaran utama satwa ini berada di TN Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan TN Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Namun demikian, catatan perjumpaan di Kawasan TNGHS belum cukup banyak. Catatan terakhir, kodok merah ini dijumpai pada Tahun 2015 di blok yang sama. Survei intensif yang kami lakukan sejak akhir tahun 2018 belum menghasilkan hal yang positif. Sehingga temuan kali ini sangat penting bagi pengelolaan kawasan TNGHS.
Kodok dari familia Bufonidae ini merupakan satu-satunya satwa pada kelas amfibi yang dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi. Menurut The International Union for Conservation of Nature (IUCN) populasi satwa ini di alam berada pada kondisi “kritis” (critically endangered).
Kami belum dapat menyimpulkan secara pasti bahwa kemunculan beberapa satwa liar yang langka dan endemik di area-areal yang biasanya sulit untuk ditemukan merupakan dampak positif dari penutupan objek wisata di TNGHS. Namun melalui perjumpaan Kodok Merah ini dan beberapa perjumpaan satwa liar lainnya menunjukan hal positif bagi kelestarian populasi satwa liar.
Kami juga ingin menyampaikan bahwa Pandemi Covid -19 ini bukanlh halangan, kami terus bekerja melakukan penjagaan kawasan dan monitoring satwa liar di habitatnya, hasilnya kami berhasil mencatatat satwa-satwa langka yang biasanya sulit dijumpai. “Dalam menghadapi kondisi “New Normal”, Balai TNGHS tengah menyusun prosedur kunjungan dengan harapan aktivitas ekowisata dan kelestarian satwa liar dapat berjalan beriringan”, jelas Munawir.